Bilamanaia tidak berbuat demikian, maka Notaris tersebut telah melakukan kelalaian yang dikwalifikasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum dengan akibat: Akta yang telah dibuatnya itu batal demi hukum. Jurisprudensi Mahkamah Agung yang sudah berkwalifikasi tetap: M.A.R.I. No.808.K/Sip/1974 tanggal 30 Juli 1974, intinya: Semua harta kekayaan yang
bagaimanakah dapat membedakan antara perbuatan melanggar hukumonrectmatiedaad dan wanprestasi dalam sebuah perjanjian ?Prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjian suatu pihak biasanya kreditur/ berpiutang menuntut prestasi pada pihak lainnya biasanya debitur/ berutang. Menurut ps. 1234 KUHPer prestasi terbagi dalam 3 macam1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu prestasi ini terdapat dalam ps. 1237 KUHPer;2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu prestasi jenis ini terdapat dalam ps. 1239 KUHPer; dan3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu prestasi jenis ini terdapat dalam ps. 1239 KUHPer.Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau sorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian tersebut tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka disbut orang tersebut melakukan pihak debitur yang melakukan wanprestasi maka pihak kreditur yang menuntut atau mengajukan gugatan. Ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi, yaitua. Secara parate executie;Dimana kreditur melakukan tuntutan sendiri secara langsung kepada debitur tanpa melalui pengadilan. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan bertindak secara eigenrichting menjadi hakim sendiri secara bersama-sama. Pada prakteknya, parate executie berlaku pada perikatan yang ringan dan nilai ekonomisnya Secara arbitrage arbitrase atau perwasitan;Karena kreditur merasakan dirugikan akibat wanprestasi pihak debitur, maka antara kreditur dan debitur bersepakat untuk menyelesaikan persengketaan masalah mereka itu kepada wasit arbitrator. Apabila arbitrator telah memutuskan sengketa itu, maka pihak kreditur atau debitur harus mentaati setiap putusan, walaupun putusan itu menguntungkan atau emrugikan salah satu Secara rieele executieYaitu cara penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di pengadilan. Biasanya dalam sengketa masalah besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau antara pihak kreditur dan debitur tidak ada konsensus penyelesaian sengketa dengan cara parate executie, maka penyelesaian perkara ditempuh dengan rileele executie di depan hakim di melawan hukum onrechtmatige daad diatur dalam ps. 1365 sampai dengan KUHPer. Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian ps. 1365 KUHPer. Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan kelalaian. Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KHUPer ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada dibawah antara lain, bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan anak-anaknya yang belum cukup umur yang diam bersama mereka. Seorang majikan bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh orang bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka. Guru sekolah bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan murid selama dalam pengawasannya. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerugian harta benda, tetapi dapat pula berupa berkurangnya kesehatan atau tenaga kerja.
Memangsebenarnya, ada dua pendapat yg berkembang di kalangan ulama Ahlussunnah wal jama'ah tentang hukum PERAYAAN maulid Nabi SAW (sengaja sy gunakan huruf kapital agar dipahami bahwa yg sy maksud adalah hukum tradisi perayaan, bukan pembacaan shalawat dan kegiatan2 positif didalamnya). Kelompok pertama menyatakan bid'ah.
ďťżbuatlah telaah tentang kasus perbuatan melanggar hukum. tentukan satu kasus yang ada di sekitas kalian, seperti pelanggaran lalu lintas,pelanggaran tata tertib sekolah, membuang sampah sembarangan. telaah kasus tersebut tentang siapa yang melakukan, mengapa melakukan, bagaimana dilakukan. buatlah gagasan bagaimana upaya mengatasi kasus lah hasil telaah kalian secara kreativitas kalian dalam menyusun laporan hasil telaah. MELANGGAR TATA TERTIB DISEKOLAHpelaku = hampir setiap siswa yang ada disekolah tersebutpelanggaran = membuang sampah sembarangan/tidak pada tempatnyaalasan = rata" mereka beralasan kalau tempat sampah berada jauh dengan tempat mereka beradacara mengatasi = dengan cara memperbanyak fasilitas tempat sampah yang adasemoga bermanfaat gann ini benar kah jawabannya?
A Pengertian Perbuatan Melawan Hukumâ (PMH) Sebagai landasan hukum menyangkut perbuatan meawan hukum adalah Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: "Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian tersebut.".
Pengertian perbuatan melanggar hukum â Setiap perbuatan yang kita lakukan pastinya memerlukan pertanggungjawaban dan ketika hal itu menyangkut dengan perbuatan melanggar hukum kita harus siap menerima sanksi berupa hukuman atau permintaan ganti rugi karena perbuatan yang kita lakukan. Sebagai warga masyarakat yang tinggal di negara hukum seperti Indonesia sudah seharusnya kita menaati dan mematuhi setiap peraturan hukum yang telah diatur dalam undang-undang negara Indonesia sebagai wujud taat hukum. Di Indonesia sendiri untuk mengatasi perbuatan melanggar hukum tersebut mempunyai lembaga hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan hukum dan memberikan sanksi yang setimpal kepada setiap pelanggar hukum. Penegakkan hukum yang adil secara merata kepada seluruh warga negara yang terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa pandang bulu adalah sebuah wujud dari penegakkan hukum yang diinginkan agar terciptanya rasa aman dari aktivitas kriminal yang terjadi. Namun, sayangnya pada kenyataannya masih banyak terjadi perbuatan melanggar hukum yang cara penanganan kasusnya hanya tegak kebawah namun tumpul ke atas. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh warga biasa lebih cepat mendapat hukuman kurungan penjara yang lama atau pemberian sanksi denda yang besar dibanding perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh para pejabat negara yang mendapat sanksi hukuman rendah dan mirisnya banyak mendapat potongan hukuman yang tidak masuk di akal melihat perbuatan melanggar hukum yang mereka lakukan tergolong perbuatan besar. Untuk itu bagi sobat Grameds sekalian sebagai warga negara yang baik haruslah memahami pengertian dari perbuatan melanggar hukum dan sebisa mungkin untuk menghindarinya agar tidak mendapat hukuman dari perbuatan melanggar hukum tersebut. Maka pada pembahasan kali ini kami juga telah merangkum berbagai informasi terkait perbuatan melanggar hukum beserta unsur, akibat, dan contoh perbuatannya yang dapat kalian ketahui sebagai pembelajaran dan pengetahuan tentang hukum. Selanjutnya pembahasan terkait pengertian perbuatan melanggar hukum dapat kalian simak di bawah ini! Pengertian Perbuatan Melanggar HukumPengertian Perbuatan Melanggar Hukum Menurut Para AhliSubekti dan TjitrosudibioCode NapoleonMunir FuadyUnsur-Unsur Perbuatan Melanggar HukumUnsur bertindak melawan hukumKesalahanKehilanganHubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku dengan kerugian yang diderita Dari Perbuatan Melanggar HukumKompensasi SejatiKompensasi HukumanKompensasi NominalContoh Perbuatan Melanggar HukumHukum perkawinanHak warisPeraturan keluargaHukum PropertiHukum pencemaran nama baikKorupsiPencurianTindak PenipuanPembunuhanKesimpulanBuku TerkaitMateri Terkait Fisika Dalam hukum perdata, tindakan ilegal Bahasa Inggris tort adalah setiap tindakan berbahaya yang memberikan hak kepada korban untuk mengambil tindakan terhadap pelaku. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa materi misalnya kerusakan akibat kecelakaan atau minor misalnya ketakutan atau penyakit. Dengan gugatan ini, korban mencari ganti rugi menurut hukum perdata, misalnya dengan menerima ganti rugi. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata âSetiap perbuatan yang melawan hukum dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya untuk mengganti kerugian itu. â Di Belanda perbuatan melawan hukum disebut onrechtmatige daad, dan dalam bahasa Inggris arti kata tersebut adalah tort yang artinya salah wrong. Pembicaraan tentang tindakan hukum, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai tort, telah berkembang sangat cepat untuk mengartikan kesalahan yang tidak diakibatkan oleh pelanggaran kontrak. Kata tort sendiri berasal dari bahasa latin torquere atau tortus yang berarti kesalahan atau kerugian tertentu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang dalam perkembangannya disebut perbuatan melawan hukum adalah untuk hidup jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan hak yang sama kepada orang lain. Ini mirip dengan pepatah latin yaitu juris praecepta sunt luxe, Ehrliche Vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere. Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum Menurut Para Ahli Berikut uraian singkat di bawah ini adalah definisi ahli tentang perbuatan melawan hukum, yang nantinya dapat dijadikan pedoman untuk memperoleh wawasan. Subekti dan Tjitrosudibio Perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga kerugian itu harus dikompensasikan kepada orang yang menderita kerugian itu. Code Napoleon Mengatakan bahwa tindakan ilegal atau perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan kerugian bagi orang lain membuat orang tersebut membayar kerugian tersebut untuk mengkompensasi kerugian tersebut. Munir Fuady Tindakan ilegal didefinisikan sebagai tindakan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum pencipta atau melanggar hak orang lain. Oleh karena itu, menurut ajaran peraturan perundang-undangan, suatu perbuatan melawan hukum harus memenuhi salah satu unsur, yaitu Melanggar hak orang lain berarti melanggar kewajiban hukum peraturan undang-undang. Beberapa definisi kegiatan ilegal menurut Munir Fuady adalah sebagai berikut Tidak memenuhi kewajibannya selain kewajiban kontraktual atau kewajiban kontraktual yang menimbulkan hak atas ganti rugi. Perbuatan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi orang lain tanpa terlebih dahulu berada dalam suatu hubungan hukum, di mana perbuatan atau kelalaian itu, baik perbuatan biasa maupun perbuatan curang, juga merupakan suatu kebetulan. Kompensasi dapat diminta untuk pelanggaran kewajiban hukum yang berlaku umum untuk semua orang dan untuk pelanggaran kewajiban ini. Kesalahan perdata tindakan sipil yang dapat dimintakan ganti rugi, yang bukan merupakan pelanggaran kontrak atau pelanggaran kewajiban itikad baik atau kewajiban keadilan lainnya. Kerugian yang tidak didasarkan pada pelanggaran kontrak atau, lebih tepatnya, pada tindakan yang dibuat oleh hukum yang melanggar hak orang lain dan bukan hasil dari hubungan kontrak. Perbuatan atau kelalaian yang bertentangan dengan hukum berarti melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh undang-undang, dan karena itu orang yang menderita kerugian dapat menuntut ganti rugi. Tort bukanlah kontrak, lebih dari kimia, fisika atau matematika. Unsur-Unsur Perbuatan Melanggar Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata, yang berbunyi âSetiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang menyebabkan kerugian karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.â Terhadap pernyataan ini, ada 4 empat unsur yang harus dibuktikan jika ingin menuntut suatu tindak pidana, yaitu. Unsur bertindak melawan hukum Unsur ini menekankan pada tindakan seseorang yang diduga melanggar aturan hukum dalam masyarakat. Sejak tahun 1919, pengertian kata âhukumâ diperluas tidak hanya berarti perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga segala perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, kehati-hatian dan kesusilaan dalam hubungan antar warga negara dan dalam hubungan dengan harta milik orang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang dianggap melawan hukum tidak hanya didasarkan pada asas hukum tertulis, tetapi juga pada norma hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat, seperti asas kesusilaan atau kepatutan. Kesalahan Menurut seorang ahli hukum perdata, Rutten menyatakan bahwa jika tidak ada kesalahan, maka tidak ada akibat perbuatan melawan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Unsur kesalahan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 2 dua, yaitu. kesalahan yang disengaja dan kesalahan karena kelalaian atau kecerobohan. Dalam hukum perdata, kesengajaan dan kelalaian memiliki konsekuensi hukum yang sama. Memang menurut pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau kecerobohan atau kelalaian mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu bahwa pelaku tetap wajib mengganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Misalnya, pengendara menabrak pejalan kaki sehingga pejalan kaki tersebut pingsan. Dalam hal ini, kecuali pengemudi yang secara tidak sengaja bertabrakan dengan pejalan kaki atau lalai.. Kehilangan Kerugian sipil dapat dibagi menjadi 2 dua klasifikasi yaitu kerugian material dan/atau non-material. Kerusakan properti adalah kerusakan yang benar-benar diderita. Intangible loss berarti hilangnya keuntungan atau keuntungan yang bisa diperoleh di masa depan. Dalam praktiknya, penegakan tuntutan ganti rugi atas kerusakan moral diserahkan kepada hakim, yang mempersulit jumlah kerugian moral yang akan diberikan, karena tindakan tersebut diserahkan kepada subjektivitas hakim yang mengadili. Hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku dengan kerugian yang diderita korban. Doktrin sebab akibat dalam hukum perdata dimaksudkan untuk mengkaji hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang ditimbulkannya, sehingga pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban. Elemen ini digunakan untuk menekankan bahwa sebelum menerima tanggung jawab, hubungan sebab akibat antara pelaku dan korban harus dibuktikan terlebih dahulu. Dalam kaitan ini adalah tentang kerugian yang diderita oleh korban sebagai akibat dari perbuatan salah pelaku. Dapat disimpulkan bahwa penggugat yang mengajukan klaim kematian yang salah harus membuktikan keempat syarat ini. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, permohonan akan ditolak. Namun, lebih baik menyelesaikan masalah dengan nasihat daripada pergi ke pengadilan. Ini karena mengajukan gugatan membutuhkan banyak waktu dan uang dan pertanyaan yang diajukan mungkin tidak dapat dibuktikan. Akibat Dari Perbuatan Melanggar Hukum Ini adalah kerusakan yang disebabkan oleh tindakan ilegal dari suatu pihak menurut Pasal 1365 KUHPerdata. Secara garis besar, ada dua kategori kerugian; kerugian berwujud dan tidak berwujud. Kerugian materiil adalah kerugian yang sebenarnya diderita korban akibat perbuatan salah, sedangkan kerugian tidak berwujud adalah kerugian yang diderita seseorang akibat perbuatan salah tersebut. Menurut Munir Fuady, klasifikasi ganti tugi adalah sebagai berikut Kompensasi Sejati Kerugian aktual yang dialami atau diderita, yang dapat dihitung dengan mudah untuk memperoleh angka kerugian. Kompensasi Hukuman Kompensasi dibayarkan kepada korban melebihi apa yang seharusnya diberikan kompensasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencoba memberikan efek hukuman atau jera. Kompensasi Nominal Soal ganti rugi berupa sejumlah uang, ternyata kerugiannya tidak bisa dihitung dengan uang kerusakan non materi bahkan bisa jadi tidak terdapat unsur kerugian materi sama sekali. Contoh Perbuatan Melanggar Hukum Pelanggaran KUH Perdata dihukum dalam bentuk ganti rugi dari jaksa atau tuntutan lainnya. Saat mengajukan gugatan, penggugat harus memberikan bukti seperti tanah atau akta jual beli, perjanjian kerja sama, dll. Hukum perdata sering terjadi dalam keluarga, di rumah, di tempat kerja, dalam kasus jual beli, dan dalam identitas diri. Berikut beberapa contohnya Hukum perkawinan Hukum yang mengatur hubungan suami istri. Hukum perkawinan ada dalam UU No. 1 Tahun 1974. Aturan ini termasuk dalam hukum perdata karena menyangkut hubungan antar pribadi, yaitu suami istri. Perjanjian pranikah sangat penting untuk mencegah pelanggaran hubungan keluarga seperti kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan di bawah umur, perceraian dan hak asuh anak. Hak waris Peraturan warisan juga masuk ke dalam hukum perdata. Hukum sangat penting untuk menanggapi kasus-kasus seperti penyitaan harta warisan anak-anak keluarga. Undang-undang ini mengatur tentang ketetapan, ahli waris dan penafian, fidei-commis, portie yang sah, warisan yang tidak diurus, hak warisan, pembagian warisan, eksekusi wasiat dan bewindingsvoerder. Peraturan keluarga Tidak hanya perkawinan, tetapi juga hubungan keluarga diatur dalam hukum perdata. Contoh hukum keluarga biasanya berurusan dengan warisan, tanggung jawab orang tua, pengasuhan anak,hingga kasus kehilangan orang. Hukum Properti Masalah properti ditangani di pengadilan sipil. Contoh hukum perdata yang berkaitan dengan harta benda yaitu pembagian harta kekayaan suatu perusahaan atau lembaga, pembagian saham benda atau barang, dicarikan jalan keluarnya ketika terjadi masalah dalam pembagian harta. Hukum pencemaran nama baik Kasus-kasus yang berkaitan dengan kepribadian, seperti Pencemaran Nama Baik, akan ditangani di pengadilan perdata. Hukum mengatur tuntutan korban terhadap pelaku yang menyalahgunakan identitasnya. Banyak dari tuntutan hukum perdata ini sekarang terjadi di media sosial. Contohnya seperti pencemaran nama baik publik figur, nama baik artis, dan komentar negatif. Korupsi Korupsi semua terkait dengan hal-hal yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan Perintah Mahkamah Agung Tahun 2020. Rasuah atau mencuri Latin Corrumpere dari kata kerja corrumpere, yang berarti malas, tidak sah, tidak stabil, memutarbalikkan, menyogok, mencuri, mencuri adalah tindakan pejabat publik, dan politisi dan pegawai negeri, dan pihak lain yang terlibat dalam kegiatan ini, yang menyalahgunakan kepercayaan secara tidak adil dan ilegal. jalan dan masyarakat memberdayakan mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Pencurian Dalam hukum pidana, pencurian adalah pengambilan barang milik orang lain secara tidak sah tanpa persetujuan pemiliknya. Kata tersebut juga digunakan sebagai ungkapan informal untuk berbagai kejahatan terhadap harta benda orang lain, seperti Perampokan, penggelapan seni, penjarahan, kleptomania, mengutil, penipuan dan terkadang pertukaran kriminal. Di beberapa yurisdiksi, pencurian dianggap mencuri; sementara yang lain mengatakan bahwa pencurian menggantikan pencurian. Orang yang melakukan suatu perbuatan atau berkarir dari mencuri disebut pencuri dan perbuatan itu disebut mencuri. Tindak Penipuan Penipuan adalah berbohong untuk keuntungan pribadi dengan mengorbankan orang lain. Meskipun memiliki arti hukum yang lebih dalam, informasi tentang penipuan bervariasi dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lainnya. Contoh penipuan kriminal adalah sebagai berikut. taktik umpan Trik rahasia seperti penipuan prabayar iklan palsu pencurian identitas faktur palsu Memalsukan dokumen atau tanda tangan perusahaan palsu Pembunuhan Pembunuhan adalah perbuatan menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum atau tidak melanggar hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh berbagai motif seperti politik, kecemburuan, balas dendam, membela diri, dll. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah penggunaan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak seperti bom. Kesimpulan Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari perbuatan melanggar hukum. Pembahasan kali ini tidak hanya membahas definisi dari perbuatan melanggar hukum saja namun juga membahas lebih jauh bagaimana unsur, akibat, dan contoh dari perbuatan melanggar hukum yang dapat sobat grameds simak dengan baik. Memahami pengertian dari perbuatan melanggar hukum memberikan kita pengetahuan tambahan mengenai berbagai perbuatan apa saja yang dapat menjadi sebuah tindakan melanggar hukum yang dapat dikenai sanksi berupa hukuman pidana atau denda bagi para pelakunya. Dengan mengetahui berbagai perbuatan melanggar hukum tersebut juga memberikan kesadaran agar kita tidak melakukan perbuatan tersebut yang bisa merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Demikian ulasan mengenai pengertian perbuatan melanggar hukum. Buat Grameds yang mau mempelajari semua hal tentang pengertian perbuatan melanggar hukum. Dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum lainnya, kamu bisa mengunjungi untuk mendapatkan buku-buku terkait. Sebagai SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi LebihDenganMembaca. Penulis Pandu Akram Artikel terkait Pengertian Pelanggaran Hukum Serta Sanksi, Unsur, dan Faktor Terjadinya Pelanggaran Pengertian Hukum Pidana Khusus, Ruang Lingkup, dan Contohnya Pengertian Kepastian Hukum secara Umum dan Pendapat Para Ahli Pungli Pengertian, Faktor, Dampak, dan Hukumnya Pengertian Penggelapan Dana Hukum dan Contoh Kasusnya
Sementaramenurut UU No. 266/2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang-undang tersebut.
Buatlah telaah tentang kasus perbuatan melanggar hukum. Tentukan satu kasus yang ada di sekitar kalian, seperti pelanggaran lalu lintas, pelanggaran tata tertib sekolah, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan sebagainya. Telaah kasus tersebut tentang siapa yang melakukan, mengapa melakukan, bagaimana dilakukan. Buatlah gagasan bagaimana upaya mengatasi kasus tersebut. Susunlah hasil telaah kalian secara sistematis. Kembangkan kreatifitas kalian dalam menyusun laporan hasil telaah PLEASE JAWAB SECEPATNYA^^ TERIMAKASIH
HukumPerikatan (PERTEMUAN PERTAMA) by Damang Averroes Al-Khawarizmi ¡ February 17, 2012. Dalam kitab undang-undang hukum perdata (burgelijk wetboek) "materi atau ketentuan tentang perikatan" diatur dalam buku III perihal perikatan. Disamping terdapat beberapa materi hukum perdata yang lainnya yakni perihal benda, orang, pembuktian dan
Buatlah gagasan bagaimana upaya mengatasi kasus tersebut. Susunlah hasil telaah kalian secara sistematis. Kembangkan kreativitas kalian dalam menyusun laporan hasil telaah. Jawaban Kasus pelanggaran lalu lintas - Menerobos Lampu Merah Pelaku pelanggar Sebab Sedang terburu-buru serta tidak melihat lampu sudah berganti warna Solusi sebisa mungkin tidak meerobos lampu merah walaupun terburu-buru karena keselamatan jiwa pengemudi sangat penting. Lampu lalu lintas atau traffic light merupakan sebuah komponen vital pengaturan lalu lintas. Namun ironisnya, pelanggaran terhadap lampu lintas ini justru menempati urutan pertama jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan pengguna kendaraan bermotor. Beberapa alasan yang sering terlontar dari si pelanggar yaitu sedang terburu-buru serta tidak melihat lampu sudah berganti warna. Meskipun terburu-buru, sebisa mungkin untuk hati-hati dan tidak menerobos lampu merah karena keselamatan jiwa pengemudi sangat penting. Baca Juga KUNCI Jawaban PKN Kelas 8 SMP Halaman 41 42 Aktivitas Arti Penting UUD NRI Tahun 1945 Demikian informasi mengenai kunci Jawaban PKN Kelas 8 SMP Halaman 67 Aktivitas terkait Telaah Kasus Perbuatan Melanggar Hukum.* * * Terkini
Setelahitu, hukum perdata mengalami banyak proses perubahan. Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.".
- Hukum aturan dibuat untuk dipatuhi. Apabila dilanggar, ada akibat yang harus diterima oleh pihak yang melanggar hukum atau aturan tersebut. Menurut Muhamad Sadi Is dalam buku Pengantar Ilmu Hukum 2015, hukum adalah sekumpulan aturan tingkah laku berupa norma, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, ditujukan untuk mengatur serta menciptakan ketertiban dalam hidup Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, aturan diartikan sebagai cara, ketentuan, patokan, petunjuk, atau perintah yang telah ditetapkan supaya dituruti. Aturan juga dapat berarti tindakan atau perbuatan yang harus dilakukan. Akibat jika hukum atau aturan dilanggar Mengutip buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum Memahami Hukum Sejak Dini 2021 karya Dominikus Rato, hukum sifatnya mengikat, sehingga memaksa orang untuk menaati aturan yang ada di dalam hukum tidak ditaati, berarti sudah melakukan pelanggaran. Kata lainnya, hukum atau aturan tersebut telah dilanggar. Karena adanya ketidaksesuaian antara apa yang dilakukan oleh pelanggar dengan aturan yang dibuat. Baca juga Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum Apa akibat jika hukum atau aturan dilanggar? Jika hukum atau aturan dilanggar, akibat yang ditimbulkan adalah sanksi. Hal ini dapat terjadi karena hukum sifatnya memaksa dan mengikat, sehingga mau tidak mau harus ditaati atau dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Sanksi yang diberikan tergantung pada aturan atau hukum yang berlaku. Sanksi tersebut bisa berupa denda, kurungan penjara, dan lain sebagainya. Contohnya pengendara motor yang tidak menggunakan helm, perbuatan ini termasuk pelanggaran hukum, khususnya peraturan lalu lintas. Atas perbuatannya ini, sang pengendara motor dijatuhi sanksi oleh polisi. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
AdapunContoh perilaku yang dianggap menentang di sekolah ialah sebagai berikut: Tidak jujur (mencontek) pada saat ujian. Selalu datang terlambat ke sekolah. Selalu Alpa (bolos/) pada saat pelajaran berlangsung. Tidak pernah menyelesaikan setiap pekerjaan rumah. Tidak menggunakan pakaian yang sesuai dengan peraturan sekolah.
Hukum pidana menjadi salah satu aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Beberapa kasus hukum pidana di Indonesia juga pernah menuai perhatian publik. Bagi kamu calon mahasiswa jurusan hukum atau calon pengacara, wajib mengetahui beberapa contoh kasus hukum pidana. Sebelumnya, kamu juga perlu mengetahui arti hukum pidana dan dasar hukumnya. Arti Hukum Pidana Melansir buku Hukum Pidana karya Takdir, hukum pidana berarti hukuman atau peraturan tentang hukuman atau pidana. Hukum pidana bisa dikenakan kepada setiap individu karena tiga alasan, yakni Melanggar norma hukum pidana, atau Melanggar peraturan pidana, Melanggar norma hukuman pidana Melansir buku Hukum Pidana karya Suyanto, hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum berlaku di suatu negara. Hukum pidana mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Tujuan Hukum Pidana Secara umum, tujuan hukum pidana untuk melindungi kepentingan setiap individu yang hidup di suatu negara atau hak asasi manusia, dan melindungi kepentingan masyarakat dari kejahatan atau tindakan tercela. Hukum pidana memiliki dua unsur pokok yang berupa norma dan sanksi. Kedua unsur itu harus ditaati oleh setiap orang di dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Dengan unsur tersebut juga, hubungan hukum yang dititikberatkan terhadap kepentingan umum. Sifat Hukum Pidana Hukum pidana memiliki sifat sebagai hukum publik karena mengatur setiap individu demi kepentingan masyarakat secara umum. Sifat hukum pidana sebagai hukum publik ini bisa diketahui berdasarkan tiga hal, yakni 1. Tindak Pidana Tetap Ada Hal ini maksudnya suatu tindak pidana itu tetap ada, walaupun tindakannya itu telah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari korbannya. 2. Penuntutan Penuntut di mata hukum pidana itu tidak digantungkan kepada keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain. 3. Biaya Untuk biaya penjatuhan pidana dipikul oleh negara sedangkan pidana denda dan perampasan barang menjadi menjadi penghasilan negara. Dasar Hukum Pidana Terdapat beberapa sumber hukum pidana di Indonesia yang wajib kamu ketahui, yaitu KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP menjadi salah satu acuan utama sumber hukum pidana di Indonesia. UU di luar KUHP biasanya memuat aturan tindakan khusus, misalnya pemberatasan tindak pidana korupsi. Hukum adat yang berlaku di daerah tertentu di Indonesia. Contoh Kasus Hukum Pidana dan Analisisnya 1. Kasus Antasari Azhar Mantan Ketua KPK Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Sebelumnya, Antasari Azhar dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum JPU. Antasari didakwa melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Jaksa Penuntut Umum Cirrus Sinaga mengatakan Antasari memiliki motif yang kuat untuk menghabisi nyawa Nasrudin. Jaksa menilai, motif tersebut yakni kasus pelecehan seksual yang dilakukan Antasari kepada Rhani Juliani, istri Nasrudin. Pelecehan seksual ini berawal saat Antasari bertemu Rhani di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan. Dalam pengakuannya, Rhani mengatakan Antasari telah melakukan pelecehan seksual yang kemudian diketahui suaminya, Nasrudin Zulkarnaen. Antasari, menurut jaksa, khawatir jika Nasrudin akan membeberkan kasus ini ke publik dan kemudian meminta bantuan pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan mantan Kapolres Jakarta Selatan Williardi Wizar untuk menyelesaikan masalah ini. Nasrudin ditembak setelah bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul Sabtu 14 Maret 2009. Hingga kemudian, Nasrudin meninggal sekitar 22 jam kemudian dengan dua peluru bersarang di kepalanya. 2. Kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso divonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan Wayan Mina dengan menggunakan kopi sianida karena dinilai terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menggunakan bukti tak langsung dalam memutuskan Jessica bersalah. Kasus kopi sianida ini berawal saat Mirna meninggal setelah minum kopi di sebuah kafe di Jakarta Pusat. Jessica, teman Mirna yang datang lebih awal dan memesankan kopi. Hingga kemudian Jessica menjadi saksi atas kasus. Polisi melakukan olah TKP dan gelar perkara uji labfor pada beberapa barang bukti yang mereka kumpulkan. Satu di antara bukti kasus ini yakni ditemukannya kandungan sianida di dalam kopi Mirna dan indikasi menunjukkan bahwa pelaku dari kejadian tersebut adalah Jessica. Ingin mengetahui lebih mendalam seluk beluk kasus hukum pidana? Kamu bisa membaca buku Kriminologi Perpektif Hukum Pidana karya Abie Besman. Buku ini membahas fenomena kejahatan yang semakin marak terjadi meski sanksi pidana yang diberlakukan semakin berat. Tertarik membacanya untuk mempelajari berbagai kasus hukum? Dapatkan segera bukunya di Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya. Promo Diskon
Adapunkunci Jawaban PKN Kelas 8 SMP Halaman 67 Aktivitas 3.4 mengenai Telaah Kasus Perbuatan Melanggar Hukum dapat digunakan oleh orang tua sebagai panduan dalam mendampingi pembelajaran anak di rumah.. Selain itu, untuk dapat melihat kunci Jawaban PKN Kelas 8 SMP Halaman 67 Aktivitas 3.4 mengenai Telaah Kasus Perbuatan Melanggar Hukum, adik-adik dianjurkan untuk mengerjakannya terlebih
Since the enactment of Law no. 30 of 2014 on Government Administration, there are many paradigm shifts in the field of Administrative Law, including the procedure law and the authority to hear administrative disputes. In the past, unwritten Factual Deeds of the Government feitelijk handelingen could not be sued to the Administrative Court. The authority to hear and decide for this dispute was in the District Court with the assumption that the act is an Unlawful Act PMH in general but done by the Government, thus known as The Unlawful Acts by The Government Onrechtmatig Overheidsdaad. But then with the existence of Law No. 30 of 2014 on Government Administrastion, there is a shift of authority from the District General Court Pengadilan Negeri to the State Administrative Court PTUN, which was then interpreted also by the Supreme Court MA through SEMA No. 4 of 2016. Keywords onrechtmatig overheidsdaad, government administration Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ONRECHTMATIG OVERHEIDSDAAD OLEH PEMERINTAH DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN ACT AGAINST THE LAW BY THE GOVERNMENT FROM THE VIEW POINT OF THE LAW OF GOVERNMENT ADMINISTRATION MUHAMMAD ADIGUNA BIMASAKTI Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin Jl. Brig Jend. Hasan Basri Pangeran, Banjarmasin Utara Banjarmasin, Kalimantan Selatan Email muhammad1adiguna ABSTRAK Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, banyak terjadi perubahan paradigma di bidang Hukum Administrasi Pemerintahan, termasuk mengenai hukum acara dan kewenangan mengadili sengketa administrasi. Dahulu, Tindakan Administrasi yang berbentuk tidak tertulis feitelijk handelingen tidak dapat digugat kepada PTUN selaku peradilan administrasi. Kewenangan mengadili untuk Tindakan ini berada di Pengadilan Negeri dengan asumsi bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan melawan hukum layaknya PMH pada umumnya namun dilakukan oleh Penguasa, sehingga dikenal dengan sebutan Perbuatan Melawan Hukum oleh Pemerintah Onrechtmatig Overheidsdaad. Namun kemudian dengan adanya Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan ini maka terjadi pergeseran kewenangan dari Peradilan Umum kepada Peradilan Tata Usaha Negara, yang kemudian ditafsirkan pula oleh Mahkamah Agung melalui SEMA No. 4 Tahun 2016. Kata kunci onrechtmatig overheidsdaad, administrasi pemerintahan ABSTRACT Since the enactment of Law no. 30 of 2014 on Government Administration, there are many paradigm shifts in the field of Administrative Law, including the procedure law and the authority to hear administrative disputes. In the past, unwritten Factual Deeds of the Government feitelijk handelingen could not be sued to the Administrative Court. The authority to hear and decide for this dispute was in the District Court with the assumption that the act is an Unlawful Act PMH in general but done by the Government, thus known as The Unlawful Acts by The Government Onrechtmatig Overheidsdaad. But then with the existence of Law No. 30 of 2014 on Government Administrastion, there is a shift of authority from the District General Court Pengadilan Negeri to the State Administrative Court PTUN, which was then interpreted also by the Supreme Court MA through SEMA No. 4 of 2016. Keywords onrechtmatig overheidsdaad, government administration Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan handeling yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa selaku penyelenggara negara tentu dapat bertemu dengan kepentingan warga negara. Dalam hal ini tentu saja ada hal-hal yang dapat bersinggungan antara kepentingan publik dengan kepentingan pribadi masyarakat selaku subjek hukum dalam hukum perdata maupun hukum publik. Ada kalanya tindakan-tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak. Yang menjadi pertanyaan adalah manakala terjadi suatu kerugian yang dialami oleh warga negara akibat perbuatan atau pendiaman pemerintah, kemanakah harus diajukan gugatan? Sebelum adanya peradilan tata usaha negara, seluruh gugatan dari warga negara kepada negara/penguasa tentu diajukan kepada hakim perdata di peradilan umum. Untuk kasus-kasus perbuatan melawan hukum oleh penguasa Onrechtmatig Overheidsdaad ini diajukan dengan dalil Pasal 1365 KUH Perdata dengan Pemerintah/Instansi terkait sebagai pihak Tergugat. Argumentasinya adalah karena memang segi kerugian yang bersifat keperdataan yang diganggu dalam hal ini. Namun yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah apakah tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara Bestuurshandelingen ini bersifat hukum perdata atau bersifat hukum publik? Jika ia bersifat hukum perdata maka hal ini tepat menjadi kewenangan hakim perdata. Akan tetapi jika ternyata ia lebih dominan kepada sifat hukum publik adminstrasi nya maka ia menjadi kewenangan hakim tata usaha negara. B. Landasan Teori Selama ini telah banyak putusan-putusan hakim perdata yang mengabulkan gugatan ganti kerugian atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Semisal adalah putusan Pengadilan Negeri Jambi tanggal 6 April 2011 yang menghukum Pemerintah Republik Indonesia Cq. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Cq. Gubernur Jambi, Cq. Walikota Jambi, Cq. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Jambi Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti Tergugat I dan Pemerintah Republik Indonesia Cq. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Cq. Gubernur Jambi, Cq. Walikota Jambi Tergugat II untuk membayar kerugian kepada Penggugat sebesar tiga miliar sembilan ratus enam puluh tiga juta seratus enam puluh empat ribu tiga ratus dua puluh enam rupiah. Kemudian putusan ini memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Kasasi dari Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/2012. Oleh karenanya berdasarkan praktik yang ada serta doktrin yang berkembang dahulu maka segi keperdataanlah yang lebih ditonjolkan dalam hal ini sehingga yang menjadi dalil adalah mengenai Perbuatan Melawan Hukum / PMH Onrechtmatigdaad sebagaimana diatur Pasal 1365 KUH Perdata. Berikut adalah pengaturan PMH dalam KUH Perdata Tiap perbuatan melanggar hukum yang Membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Sedangkan dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Paragraf kelima dijelaskan Warga Masyarakat juga dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau TINDAKAN Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada Peradilan Tata Usaha Negara, karena Undang-Undang ini merupakan hukum materiil dari sistem Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 1 butir 8 yang dimaksud Tindakan Handeling adalah Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya UNTUK MELAKUKAN DAN/ATAU TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN KONKRET dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian jika dicermati dalam Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, didapati bahwa Tindakan Faktual Feitelijk Handelingen juga termasuk dalam definisi KTUN dalam Undang-Undang PERATUN Perluasan. Jika memang Tindakan Faktual / Konkret ini dapat diadili di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah hal ini adalah terkait dengan Gugatan Ganti Kerugian sebagaimana selama ini dijalankan dengan mekanisme gugatan OOD/PMH oleh Penguasa di Peradilan Perdata? Penulis rasa jawabannya adalah iya. Karena dahulu pun sebetulnya gugatan ganti kerugian ini Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 dimungkinkan di PERATUN asalkan diajukan bersamaan dengan gugatan terhadap KTUN asal yang diterbitkan oleh / Badan / Pejabat TUN yang digugat. Lalu bagaimana dengan Tindakan Faktual yang dilakukan tanpa adanya KTUN tertulis? Jawabannya bisa digugat ganti kerugian kepada PERATUN melalui gugatan OOD. Hal ini pula sebagaimana disebutkan dalam Surat Edaran MA RI No. 4 Tahun 2016 SEMA No. 4 Tahun 2016 yang pada Diktum E bagian Kamar Tata Usaha Negara butir 1 menyatakan sebagai berikut Perubahan paradigma beracara di Peradilan Tata Usaha Negara pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan UU AP 1. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara a. Berwenang mengadili perkara berupa gugatan dan permohonan. b. Berwenang mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah, yaitu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang biasa disebut dengan onrechtmatige overheidsdaad OOD. Berdasarkan hal tersebut maka Gugatan ganti kerugian akibat tindakan faktual Feitelijk Handelingen ini dapat dilakukan di peradilan tata usaha Negara. Hal ini juga didasari dari ketentuan dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan terutama Pasal 85 1 Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh Pengadilan. 2 Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum dan sudah diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini tetap diselesaikan dan diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum. 3 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh pengadilan umum yang memutus. Serta Pasal 76 ayat 3 dan 4 3 Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding oleh Atasan Pejabat, Warga Masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan. Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti 4 Penyelesaian Upaya Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 berkaitan dengan batal atau tidak sahnya Keputusan dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan tuntutan administratif. Sehingga nampaknya ada pergeseran paradigma dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini yang menghendaki setiap tindakan administrasi pemerintah baik berupa KTUN tertulis maupun tindakan faktual merupakan Tindakan Adminstrasi Administrative action. Oleh karena itu kesimpulan yang dapat diambil adalah semestinya gugatan Onrechtmatig overheidsdaad OOD atau PMH oleh penguasa ini diajukan kepada PTUN, tidak lagi kepada hakim Perdata. Bahkan semestinya segala sengketa OOD / PMH oleh Penguasa di Peradilan Umum hakim perdata yang belum diperiksa Harus Dialihkan kepada PTUN berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Lalu bagaimana terkait dengan unsur âMelawan Hukumâ Onrechtmatig dalam rumusan sengketa administrasi yang dimaksud oleh Undang-Undang Administrasi Pemerintahan? Dasar atau dalil apakah yang dapat digunakan dalam pembuktian unsur melawan hukum tersebut? Bisakah menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata sebagai dalil mengajukan gugatan OOD/PMH oleh Penguasa di PTUN padahal notabene itu merupakan ketentuan hukum keperdataan? Sebelum membahas lebih jauh mengenai rumusan melawan hukum itu ada baiknya kita pahami terlebih dahulu mengenai Tindakan Faktual atau Feitelijk Handelingen yang menjadi perbincangan di sini. C. Metodologi Metode dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yakni pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum dengan cara menelaah konsep-konsep, teori-teori, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penulisan. Dalam hal ini maka penulisan ini menggunakan seluruh bahan hukum terkait dengan bahasan mengenai PMH oleh Pemerintah atau OOD, serta hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak dari diberlakukannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 terhadap kewenangan mengadili pada lembaga peradilan di Indonesia khususnya mengenai PMH oleh Pemerintah atau OOD. Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 II. PEMBAHASAN A. Tindakan Administrasi Negara Secara teori, Tindakan Administrasi Bestuurshandelingen dapat dibagi menjadi dua, yakni Feitelijk Handelingen biasa disebut Tindakan MaterialâProf. Anna Erliana-, Tindakan Biasa âUtrecht-, atau Tindakan Faktual âPasal 1 butir 8 Jo. Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan-, dan juga Rechtshandelingen Tindakan Hukum. Tindakan Faktual ini disebut âbiasaâ karena pada dasarnya Tindakan ini tidak memiliki dampak hukum secara administratif. Oleh karenanya ia bisa juga disebut tindakan faktual. Sedangkan Tindakan Hukum Rechts handelingen inilah yang secara teori memiliki implikasi hukum secara administrasi. Tindakan Faktual istilah yang akan digunakan seterusnya merupakan tindakan nyata atau fisik yang dilakukan oleh Administrasi Negara. Tindakan ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktif saja namun juga perbuatan pasif. Yang dimaksud perbuatan pasif dalam hal ini adalah Pendiaman akan sesuatu hal. Contoh dari perbuatan aktif dari Tindakan Faktual adalah pembangunan gedung pemerintahan. Sedangkan contoh pendiaman adalah membiarkan jalan rusak. Batasan dari tindakan-tindakan baik tindakan faktual maupun tindakan hukum administrasi yang dikenal dalam doktrin antara lain tidak boleh melawan hukum onrechtmatig - baik secara formil maupun materiil, dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang. Penulis rasa sudah cukup jelas mengenai tindakan faktual ini sehingga bisa dilanjutkan kepada pembahasan berikutnya mengenai Unsur Melawan Hukum. B. Unsur Melawan Hukum Onrechtmatig Dalam doktrin hukum perdata, kriteria unsur âMelawan Hukumâ didapat dari Arrest Hoge Raad Tanggal 31 Januari 1919 dalam Perkara antara Lidenbaum Vs. Cohen Kasus PMH dalam persaingan percetakan. Pada tingkat pertama di Pengadilan Distrik Amsterdam Lidenbaum Penggugat menang. Akan tetapi di tingkat banding Lidenbaum kalah dengan alasan tidak ada hukum peraturan Safri Nugraha, Hukum Administrasi Negara, Depok Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, hlm. 85. Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti tertulis yang mengatur larangan objek gugatannya. Kemudian di tingkat kasasi Lidenbaum menang dengan alasan dari hakim Hoge Raad Mahkamah Agung Belanda bahwa âMelawan Hukumâ tidak sama dengan âMelawan Peraturanâ. Dapat dilihat dalam pertimbangannya dat Hofsbeslissing aan de uitdrukking 'onrechtmatige daad' eene beteekenis oekent dermate beperkt, dat daaronder alleen kunnen begrepen worden die handelingen waarvan het geoorloofde uit eenig wetsvoorschrift rechtstreeks is af te leiden, terwijl daarbuiten vallen alle handelingen van welke dit niet kan worden aangetoond, ook al mogendeze strijdig zijn met maatschappelijke etamelijkheid en zedelijkheid; dat echter tot zoodanig beperkte uitlegging het artikel geen grond geeft, noch door de bewoordingwaarin hetis vervat, noch door de geschiedenis zijner wording; dat immers het woord 'onrechtmatig' niet gelijkwaardig is met strijdig 'tegen eenetsbepaling'; dat onder onrechtmatige daad is te verstaan een handelen of nalaten, dat of inbreuk maakt op eensanders recht, of in strijd is met des daders rechtsplicht, of indruischt hetzij tegen de goede zeden, hetzij tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijke verkeer betaamt ten aanzien van eensanders persoon of goed, terwijl hij door wiens schuld tengevolge dier daad aan een ander schadewordt toegebracht, tot vergoeding daarvan is verplicht; Terjemah Penulis bahwa keputusan Pengadilan tentang terminologi 'Perbuatan Melawan Hukum' tersebut diartikan terbatas sedemikian rupa sehingga hanya dapat dipahami untuk memasukkan tindakan yang diatur langsung oleh ketentuan hukum, sementara tindakan yang di luar itu tidak dapat ditunjukkan sebagai PMH âred, bahkan jika mungkin bertentangan dengan kesopanan dan moralitas sosial; bahwa, bagaimanapun juga untuk penafsiran yang begitu terbatas, Pasal itu tidak memberikan dasar, baik oleh kata-kata yang terkandung di dalamnya, maupun oleh sejarah keberadaannya; bahwa bagaimanapun kata 'Perbuatan Melawan Hukum' tidak setara dengan 'Melawan Satu Ketentuan'; Lidenbaum menggugat Cohen karena ia mengambil data-data pelanggan Lidenbaum melalui pegawai Lidenbaum, sebagai strategi marketing agar pelanggan Percetakan milik Lidenbaum beralih kepada Cohen. Hakim pada tingkat banding melihat tidak ada aturan tertulis yang melarang hal ini, maka gugatannya ditolak. Yurisprudensi / Arrest Hoge raad Mahkamah Agung Belanda Tanggal 31 Januari 1919 ini dapat diakses di diakses pada 20 April 2018. Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 bahwa 'Perbuatan Melawan Hukum' harus dipahami sebagai tindakan atau kelalaian yang melanggar hak subjektif âred orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban pelaku, atau perilaku yang bertentangan baik terhadap moral yang baik etika -red atau terhadap perilaku yang semestinya dalam lalu lintas sosial berkaitan dengan orang lain atau barang, maka karena kesalahannya yang disebabkan oleh tindakannya diwajibkan mengganti kerugian. Berdasarkan pertimbangan Arrest HR tanggal 31 Januari 1919 tersebut kemudian diambil kriteria untuk menentukan suatu perbuatan bersifat bertentangan dengan hukum pada umumnya adalah sebagai berikut 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; atau 2. Melanggar hak subyektif orang lain; atau 3. Melanggar kaidah tata susila goede zeden; atau 4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati dalam pergaulan hidup masyarakat. Dalam hal ini jika tindakan administrasi Negara melanggar salah satu dari keempat kriteria di atas maka ia dapat dikatakan melawan hukum. Berkenaan dengan unsur melawan hukum dalam ranah administrasi pemerintahan atau tata usaha Negara maka keempat kriteria tersebut dikaitkan kepada âBatu Ujiâ yang ada dalam Pasal 53 ayat 2 UU PERATUN sebagai berikut 2 Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. C. Tindakan Faktual Feitelijk Handelingen dan Melawan Hukum Onrechtmatig Pada Rumusan Sengketa Administrasi Dalam Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Sebagai Dasar Pergeseran Kompetensi Absolut OOD Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan memperluas definisi âKeputusanâ dalam UU PERATUN yang salah satunya pada huruf a menyatakan âPenetapan Tertulis yang juga mencakup Tindakan Faktualâ. Terkait dengan hal ini kemudian timbul pertanyaan, apakah maksud dari huruf a dari Pasal tersebut juga Akhmad Budi Cahyono, Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata, Jakarta CV Gitama Jaya, 2008, hlm. 122-123. Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti berarti OOD masuk ke dalam ranah Keputusan dalam UU PERATUN? Atau hanya sekedar Tindakan Faktual berupa Perbuatan Fisik pelaksanaan dari suatu Penetapan Tertulis saja? Sebagian sarjana berpendapat bahwa ketentuan perluasan definisi âKeputusanâ dalam UU PERATUN yang diatur dalam Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan hanyalah sebatas Tindakan Faktual yang didahului oleh adanya Penetapan Tertulis. Hal ini logis jika dilihat melalui pendekatan gramatikal, karena memang bunyi pengaturan Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan tersebut adalah âPenetapan tertulis yang juga mencakup Tindakan Faktualâ sehingga secara gramatikal dapat dibaca Tindakan faktual yang dimaksud haruslah merupakan pelaksanaan dari Penetapan Tertulis. Berdasarkan pendapat ini maka OOD yang merupakan perbuatan fisik tanpa ada penetapan tertulis tetap menjadi kewenangan Peradilan Umum, bukan Peradilan Tata Usaha Negara. Pertanyaan yang dapat dimunculkan atas pendekatan gramatikal tersebut adalah Apakah yang menjadi objek sengketa dalam âPenetapan Tertulis yang juga mencakup Tindakan Faktualâ tersebut? Tindakan Faktualnya atau justru Penetapan Tertulisnya? Jika konsisten menggunakan pendekatan gramatikal maka yang menjadi objek sengketanya adalah Penetapan Tertulisnya. Apabila yang menjadi objek adalah Penetapan Tertulisnya, bagaimana jika justru yang menjadi permasalahan adalah Tindakan Faktualnya, bukan Penetapan Tertulisnya? Penulis dalam hal ini mengambil contoh mengenai sengketa Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Sebenarnya Penggugat sudah merelakan tanahnya untuk lokasi pembangunan namun ternyata harga ganti kerugian yang diberikan tidak layak, sehingga apakah Penggugat harus membatalkan SK Penetapan Lokasinya? Atau ia cukup menggugat agar Pemerintah membayar ganti kerugian yang layak Melanggar Pasal 9 UU No. 2 Tahun 2012? Tentunya akan lebih sedikit mudharatnya jika ia cukup menggugat agar Pemerintah membayar ganti kerugian yang layak tanpa membatalkan SK Penetapan Lokasinya. Pun dari segi Prosedur dan Substansi pembuatan SK Penetapan Lokasi tersebut misalnya ternyata tidak Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 ada permasalahan. Hanya saja implementasinya ternyata ganti kerugian yang diberikan tidak layak, karena dalam SK Penetapan Lokasi hanya ditetapkan lokasinya saja tanpa menyebut nominal ganti kerugian. Dengan argumentasi-argumentasi di atas kemudian Penulis menyimpulkan bahwa pendekatan gramatikal atas Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan kurang relevan untuk diterapkan, sehingga dapat diterapkan pendekatan ekstensif untuk meluaskan cakupan pasal tersebut. Penulis sendiri melalui tulisan ini mengambil sikap bahwa pendekatan terhadap Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan tersebut dimaknai seluruh Tindakan Faktual dari Administrasi Pemerintahan, baik yang disertai Penetapan Tertulis maupun tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan ekstensif, yakni meluaskan cakupan dari Tindakan Faktual yang dimaksud dalam Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan, sebagaimana sikap Mahkamah Agung dalam SEMA No. 4 Tahun 2016 yang menyatakan OOD merupakan kewenangan PERATUN. Karena jika Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan ini dimaknai secara gramatikal, maka hampir seluruh Keputusan atau Penetapan Tertulis akan diikuti oleh tindakan fisik yang konkret alias Tindakan Faktual, sehingga keberadaan Pasal 87 huruf a menjadi tidak signifikan lagi. Selain itu Penggugat cukup mendalilkan Gabungan Gugatan Ganti Kerugian dalam gugatannya dengan dalil Pasal 53 Jo. Pasal 97 ayat 10 UU PERATUN tanpa harus diadakan norma baru yakni Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan. Sehingga semestinya ketentuan tersebut dapat dibaca âPenetapan Tertulis dan/atau Tindakan Faktualâ, yakni memisahkan antara Penetapan Tertulis dan Tindakan Faktual, karena memang pada dasarnya pun Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini memisahkan antara âKeputusanâ selaku Rechtshandelingen dan âTindakanâ atau Feitelijk Handelingen vide Pasal 1 angka 7 dan angka 8. Oleh karenanya Tindakan Faktual dapat didudukkan tersendiri sebagai objek dalam pengaturan Pasal tersebut. Penafsiran ekstensif adalah penafsiran yang bersifat melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh penafsiran gramatikal meluas. Lihat Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Penemuan Hukum, Bandung Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 19. Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti Hal ini juga sejalan dengan bunyi SEMA No. 4 Tahun 2016 pada halaman 13 huruf a angka 1 âObjek gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi 1 Penetapan tertulis dan/atau tindakan faktual.â Selain itu dapat dilihat dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Paragraf kelima dijelaskan Warga Masyarakat juga dapat MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN DAN/ATAU TINDAKAN BADAN DAN/ATAU PEJABAT PEMERINTAHAN KEPADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA, karena Undang-Undang ini merupakan hukum materiil dari sistem Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 1 butir 8 yang dimaksud Tindakan Handeling adalah Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya UNTUK MELAKUKAN DAN/ATAU TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN KONKRET dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ekstensif Penulis ini juga diperkuat secara implisit dari pengaturan Pasal 85 UU Administrasi Pemerintahan yang mengatur bahwa sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftar namun belum diperiksa di Peradilan Umum sejak berlakunya UU Administrasi Pemerintahan maka pemeriksaannya dilaksanakan oleh Peradilan Tata Usaha Negara. Lalu apakah yang dimaksud Pasal 85 UU Administrasi Pemerintahan sebagai sengketa Administrasi Pemerintahan yang diperiksa oleh Peradilan Umum? Penulis meyakini salah satunya adalah OOD. Karena tidak ada jenis sengketa lain yang karakteristiknya administrasi namun diperiksa oleh Peradilan Umum selain OOD dan Citizen Lawsuit akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Menurut analisis sementara, Penulis berkesimpulan sebenarnya yang terjadi di dalam lingkungan kekuasaan mengadili di Indonesia adalah adanya pendekatan Residu Penulis menyebutnya sebagai Residual Rechtspraak yakni semua perkara dapat diajukan kepada Peradilan Umum kecuali perkara yang jelas diatur dalam Perundang-undangan sebagai kewenangan peradilan lain. Hal ini secara doctrinal bisa dilihat daro pendapat para ahli di masa lampau, misalnya pendapat Muchsan, SH, bahwa Peradilan Tata Usaha Negara PERATUN hanya Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 berwenang mengadili KTUN tertulis saja, dan KTUN tidak tertulis dapat diadili di peradilan perdata. Oleh karena itu Gugatan Onrechtmatig Overheidsdaad OOD, dapat diadili di peradilan umum dalam hal ini perdata. Sebenarnya hal ini agak keliru terutama sejak keluarnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, yang mana seharusnya paradigma residual ini bergeser dengan melihat kepada karakteristik hukum yang ada dalam suatu perkara apakah ia cenderung pada sifat hukum administrasi atau kepada hukum keperdataan. Dalam hal ini segala hal yang dilakukan oleh Pemerintah dalam konteks ranah hukum publik sepanjang ia mengenai bestuurzorg Tugas Pemerintah yang tidak tunduk pada hukum keperdataan bersegi banyak / meerijdige maka ia menjadi ranah hukum administrasi. Selanjutnya berdasarkan penjabaran di atas diketahui bahwa batasan dari Tindakan Adminstrasi Negara baik Tindakan Faktual maupun Tindakan Hukum salah satunya adalah Onrechtmatig. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana rumusan onrechtmatig ini dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan? Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Tindakan Faktual dimasukkan ke dalam ranah definisi Keputusan Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang PERATUN Perluasan definisi KTUN. Oleh karena itu sengketa mengenai Tindakan Faktual menjadi termasuk juga ke dalam definisi Sengketa Tata Usaha Negara di dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang PERATUN dan Pasal 85 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Saat ini rumusan KTUN berdasarkan Undang-Undang PERATUN Jo. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Yogyakarta Liberty, 1992, hlm. 60. KTUN = Pasal 1 butir 9 UU No. 51 Tahun 2009 - Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 + Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti Maka dari itu singkatnya tiap Tindakan Faktual dari Administrasi Negara Pemerintah/Penguasa yang menimbulkan kerugian bagi rakyat adalah menjadi kewenangan PTUN. Berikut adalah rumusannya Berikut rumusan Pasal 1 butir 10 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 PERATUN 9. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di Pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Berikut rumusan Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Pasal 85 1 Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh Pengadilan. Berikut rumusan Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Pasal 87 Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 Harus Dimaknai Sebagai a. penetapan tertulis yang juga mencakup Tindakan Faktual; Apakah alasannya? Sederhana saja, dasar dari gugatan Onrechtmatig overheidsdaad ini adalah adanya Tindakan Faktual Feitelijk Handelingen Yang Merugikan Rakyat. Jika Tindakan Faktual ini dimasukkan ke dalam definisi KTUN dalam Undang-Undang PERATUN maka secara otomatis sengketa mengenai Tindakan Faktual ini juga merupakan Sengketa TUN istilah Pasal 1 butir 10 Undang-Undang PERATUN atau Sengketa Administrasi Istilah Pasal 85 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Oleh karena itu sejak keluarnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini semestinya kewenangan mengadili Pasal 1 butir 10 UU PERATUN + Pasal 85 ayat 1 UU Administrasi Pemerintahan + Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan + Pembatasan dalam Tindakan Administrasi larangan onrechtmatig = Onrechtmatige Overheidsdaad PMH oleh Pemerintah Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 Onrechtmatig Overheidsdaad PMH oleh Penguasa ini menjadi kewenangan peradilan TUN PTUN. D. Dalil Gugatan OOD / PMH Oleh Penguasa Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah apabila gugatan OOD ini diajukan kepada PTUN, apakah dapat menggunakan dalil Pasal 1365 KUHPerdata? Jawaban singkatnya tidak, karena Pasal 1365 dalam hal ini hanya digunakan sebagai landasan menilai unsur-unsur PMH nya saja. Mengenai doktrin melawan hukumnya harus juga dibuktikan bahwa benar Tindakan Faktual tersebut adalah Tindakan Pejabat/Badan yang dilakukan dalam kedudukannya sebagai pejabat faute de service, dan bukan sebagai orang pribadi faute personelle. Sehingga yang menjadi Tergugat adalah tetap JABATAN atau dilakukan oleh suatu Badan Pemerintahan sebagai badan hukum publik. Jika gugatan terhadap KTUN sebagaimana dalam Undang-Undang PERATUN adalah untuk menyatakan bahwa KTUN yang dibuat oleh Pejabat/Badan TUN tidak sah, dan dapat disertai ganti rugi Pasal 97 ayat 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, maka gugatan OOD di PTUN ini adalah untuk menyatakan bahwa Tindakan Faktual yang dilakukan Pejabat/Badan TUN adalah tidak sah dan oleh karenanya Penggugat berhak atas sejumlah ganti kerugian. Sebetulnya salah satu tujuan pelekatan Pasal 1365 KUH Perdata adalah untuk menghindari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991, yang mengatur dalam Pasal 3 ayat 1 bahwa Ganti Rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 97 Undang-Undang PERATUN tersebut dibatasi sejumlah maksimal Rp. yang tentunya ini tidak adil. Oleh karena itu dengan digunakannya unsur-unsur PMH dalam Pasal 1365 KUH Perdata ini terutama tentang unsur âMengganti Kerugianâ nya maka ketentuan dalam PP No. 43 Tahun 1991 itu dapat dikesampingkan, karena PP ini melekat pada ketentuan Pasal 97 ayat 10 Undang-Undang PERATUN. Maka gugatan OOD dalam hal ini Cukup Dengan Menggunakan Pasal Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Jo. Pasal 53 ayat 2 UU PERATUN saja, disertai dengan unsur-unsur PMH dalam 1365 KUH Perdata. Penulis berkesimpulan bahwa untuk Tindakan Faktual ini tidak bisa serta merta mengacu kepada Pasal 97 Undang-Undang PERATUN karena pasal tersebut Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti spesifik untuk KTUN tertulis saja. Ketentuan Pasal 97 Undang-Undang PERATUN ini hanya diterapkan bagi Pembatalan KTUN tertulis yang disertai kewajiban Pejabat/Badan TUN untuk menerbitkan KTUN Tertulis, bukan Tindakan Faktual, sehingga ketentuan PP No. 43 Tahun 1991 tidak bisa diterapkan dalam OOD. Sedangkan untuk Tindakan Faktual mengacu kepada Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dengan unsur-unsur melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Selain itu secara substansi ketentuan Pasal 3 PP No. 43 Tahun 1991 mengenai pembatasan maksimal ganti rugi sebesar Rp. Penulis rasa tidak relevan diterapkan pada OOD ini karena ganti kerugian ini secara hukum merupakan hak asasi yang harus dipenuhi oleh pembuat kerugian sebagaimana ajaran PMH dalam Pasal 1365 KUH Perdata. E. Permasalahan Penggunaan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Sebagai Dasar Hukum Timbulnya Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan ini memang banyak menyebabkan pergesekan di antara para akademisi. Di antaranya yang terkait dengan hukum acara administrasi adalah mengenai keberadaan Pasal 87 yang merupakan Ketentuan Peralihan. Bagaimana mungkin ketentuan yang bersifat pokok dan mengubah paradigma namun malah dituangkan dalam Ketentuan Peralihan dan bukan pada batang tubuh undang-undang? Akan tetapi memang suka atau tidak, undang-undang ini sudah berlaku sejak 2014 setidaknya belum diubah sampai tulisan ini dibuat. Oleh karena itu menurut hemat penulis seyogyanya hal ini disikapi dengan bijak berdasarkan asas Presumptio Justae Causa, yakni memiliki implikasi selama ia masih berlaku maka tetap wajib untuk ditegakkan. F. Praktik Dalam Peradilan Umum Dewasa Ini Belakangan sepertinya Peradilan Umum pun sudah mulai menyadari hal ini bahwa kewenangan OOD pasca diterbitkannya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dialihkan dari Peradilan Umum kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagai contoh adalah Putusan Pengadilan Negeri Kota Baru Kalimantan Selatan No. 18/ yang tidak menerima Niet Onvantklijk Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 Verklaard / Gugatan OOD dengan alasan Pengadilan Tidak Berwenang Secara Absolut Kompetensi Absolut. Berikut amar putusannya MENGADILI 1. Menerima eksepsi kompetensi absolut dari Para Tergugat; 2. Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo; 3. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp dua juta Sembilan ratus dua puluh Sembilan ribu Rupiah; Namun kemudian Pengadilan Tinggi Banjarmasin melalui putusan No. 58/PDT/2018/PT BJM membatalkan putusan tersebut dan menyatakan kompetensi absolute atas OOD tersebut masih masuk kewenangan Peradilan Umum in casu Pengadilan Negeri Kota Baru dengan amar sebagai berikut MENGADILI 1. Menerima permohonan banding dari Para Pembanding/Para Penggugat; 2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 18/ Ktb. tanggal 27 Maret 2018 yang dimohonkan banding tersebut; 3. Menyatakan Pengadilan Negeri Kotabaru berwenang memeriksa dan mengadili perkara; Hal ini menunjukkan bahwa sebagian hakim peradilan perdata mulai menyadari akan Pergeseran Kompetensi Absolut di bidang OOD ini, akan tetapi sebagian lagi masih belum. Oleh karena itu baiknya wacana ini segera diadakan pembahasan oleh Mahkamah Agung RI dan jika memang disepakati bahwa pergeseran ini merupakan implikasi dari UU Administrasi Pemerintahan diharapkan MA RI segera mengeluarkan Peraturan PERMA sebagai pedoman beracaranya. G. Problematika PMH Oleh Militer Pasal 2 huruf f Undang-Undang No. 9 tahun 2004 membatasi definisi KTUN yakni terkait dengan KTUN di bidang militer tidak termasuk dalam definisi KTUN dalam Undang-Undang PERATUN, sehingga ia tidak dapat digugat di PERATUN. Berikut adalah ketentuan yang mengaturnya Pasal 2 Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti âŚâŚâŚ. f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; jika akan konsisten menggunakan rumusan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya serta rumusan definisi KTUN maka setiap perbuatan melawan hukum OOD yang dilakukan militer tidak dapat diadili oleh PERATUN, karena ia termasuk ke dalam pengecualian Pasal 2 huruf e, sehingga kita membacanya sebagai berikut Pertanyaan yang timbul kemudian apakah bisa seorang sipil menggugat Feitelijk Handelingen Militer di Peradilan Militer? Sepanjang pengetahuan Penulis hal ini tidak bisa dilakukan. Karena Undang-Undang Administrasi Pemerintahan hanya mengikat Undang-Undang PERATUN saja bukan Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997, sehingga perluasan di Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan tidak berlaku bagi Undang-Undang Peradilan Militer. Sehingga KTUN militer dalam Undang-Undang Peradilan militer tetap harus berupa KTUN Tertulis dalam bentuk Rechtshandelingen. Sedangkan bagi gugatan atas Feitelijk Handelingen berupa OOD militer ini tidak bisa digugat baik di PTUN maupun Peradilan Militer. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 35 Undang-Undang Peradilan Militer 35. Sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Angkatan Bersenjata Tindakan Faktual Militer = KTUN Militer Tidak Tertulis = KTUN mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia KTUN = Pasal 1 butir 9 UU No. 51 Tahun 2009 - Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2004 + Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 Pasal 1 butir 10 UU PERATUN + Pasal 85 ayat 1 UU Administrasi Pemerintahan + Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan + Pembatasan dalam Tindakan Administrasi larangan onrechtmatig = Onrechtmatige Overheidsdaad PMH oleh Pemerintah Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 Republik Indonesia antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Selain itu juga dalam definisi KTUN Militer pada Pasal 1 butir 34 Undang-Undang Peradilan Militer bahwa definisi KTUN yang dimaksud dalam Undang-Undang Peradilan Militer adalah KTUN Militer berupa Penetapan yang Tertulis saja. Penulis sendiri tidak sepakat jika melakukan Penafsiran ekstensif terhadap Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan kemudian diterapkan pada Undang-Undang Peradilan Militer karena jelas hal ini berbeda substansi dan secara spesifik Pasal 87 tersebut hanya menyebut Undang-Undang PERATUN saja. Lalu kemanakah gugatan atas OOD Militer ini diajukan? Menurut penulis gugatan OOD terhadap militer ini dapat diajukan di Peradilan Perdata. Sehingga terdapat dualisme peradilan OOD di Indonesia. Untuk OOD yang Tergugatnya Badan/Pejabat TUN non-militer diajukan di PTUN dan untuk OOD yang Tergugatnya militer diajukan di Peradilan Umum perdata sebagaimana OOD sipil dahulu diajukan sebelum Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. III. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan butir-butir sebagai berikut ⢠Bahwa rumusan awal onrechtmatig overheidsdaad di peradilan perdata adalah adanya Tindakan Faktual Penguasa yang melawan hukum dan menimbulkan kerugian bagi rakyat sehingga dapat digugat di pengadilan dengan dalil 1365 KUH Perdata; ⢠Bahwa setelah lahirnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan maka Tindakan Faktual juga masuk ke dalam definsi KTUN dalam Undang-Undang PERATUN; ⢠Bahwa dengan masuknya Tindakan Faktual ke dalam definsi KTUN dalam Undang-Undang PERATUN, maka sengketa mengenai Tindakan Faktual juga termasuk ke dalam Definisi Sengketa TUN dalam Undang-Undang PERATUN atau Sengketa Administrasi dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang merupakan kewenangan dari PTUN; ⢠Bahwa dengan demikian maka Tindakan Faktual Penguasa yang melawan hukum dan menimbulkan kerugian bagi rakyat Onrechtmatig Overheidsdaad masuk kedalam Wewenang Mengadili PTUN; Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti ⢠Bahwa yang menjadi dalil yang dapat digunakan untuk menggugat Onrechtmatig Overheidsdaad di PTUN adalah Pasal 1365 KUH Perdata, bukan Pasal 97 Undang-Undang PERATUN karena Pasal 97 Undang-Undang PERATUN diterapkan bagi Pembatalan KTUN tertulis yang disertai kewajiban Pejabat/Badan TUN untuk menerbitkan KTUN Tertulis, bukan Tindakan Faktual; ⢠Hakim Peradilan Perdata pun sudah mulai menyadari adanya pergeseran kompetensi absolut mengenai OOD ini. Sebagai contoh adalah Putusan PN Kotabaru No. 18/ yang Tidak Menerima gugatan OOD dari Penggugat dengan alasan Gugatan OOD ini bukan Kompetensi Absolut peradilan perdata lagi; ⢠Bahwa pergeseran kewenangan mengadili feitelijk handelingen dari peradilan umum kepada peradilan administrasi tidak termasuk sengketa feitelijk handelingen di bidang militer karena cakupan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan tidak termasuk kepada Undang-Undang Peradilan Militer. B. Saran Terkait dengan adanya pergeseran kompetensi absolute OOD dari Peradilan Umum kepada Peradilan Tata Usaha Negara ini, maka harus dikembangkan sebuah paradigma baru mengenai kompetensi absolut ini. Diharapkan dengan adanya tulisan ini pihak-pihak terkait segera membuat peraturan pelaksana atas Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan sehingga menjadi teranglah apa-apa yang dimaksud dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan itu. Diharapkan juga Mahkamah Agung untuk mengambil sikap perihal ini mengingat banyak perkara OOD yang masih diajukan kepada peradilan perdata dan belum ada perkara OOD di PTUN. Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 IV. DAFTAR REFERENSI a. Buku Apeldoorn, L. J. Van. Inleiding Tot de Studie van Het Nederlandsche Recht. Zwolle Uitgever Maatschappij W. E. J. Tjeenk Willink, 1937. Basiang, Martin. Kamus Hukum Kontemporer The Contemporary Law Dictionary. Jakarta Red & White Publishing, 2009. Bruggink, J. J. H. Rechtsreflecties Grondbegrippen Uit de Rechtstheorie. Diterjemahkan oleh Arief Sidharta dengan Judul Refleksi Tentang Hukum. Bandung Citra Aditya Bakti. 1996. Cahyono, Akhmad Budi dan Surini Ahlan Sjarif. Mengenal Hukum Perdata. Jakarta CV Gitama Jaya, 2008. Gofar, Abdullah. Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Malang Tunggal Mandiri, 2014. Hadjon, Philipus M. Pengertian Dasar tentang Dasar Pemerintahan. Surabaya Jumali, 1985. _______, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction to Indonesian Administrative Law. Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2001. Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 2004. _______. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara. Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 2004. Lopa, B. dan Andi Hamzah. Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta Sinar Grafika, 1993. Mahkamah Agung. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007. Jakarta Mahkamah Agung RI, 2012. Nugraha, Safri Hukum Administrasi Negara. Depok Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007. Prins, W. F. dan R. Kosim Adisapoetra. Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara. Jakarta Pradnya Paramita, 1987. Supandi. Hukum Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung Penerbit PT Alumni, 2016. Onrechtmatig Overheidsdaad Oleh Pemerintah Dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan - Muhammad Adiguna Bimasakti Tjandra, W. Riawan. Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2010. Utrecht, E. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta Penerbitan Dan Balai Buku Indonesia. 1953. b. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 5 Tahun 1986. LN No. 77 Tahun 1986. TLN No. 3344. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 9 Tahun 2004. LN No. 35 Tahun 2004. TLN No. 4380. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 51 Tahun 2009. LN No. 160 Tahun 2009. TLN No. 5079. Indonesia. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. UU No. 30 Tahun 2014. LN No. 292 Tahun 2014. TLN No. 5601. RIB/HIR dengan Penjelasan Het Herzeine Inlandsch Reglement. Diterjemahkan oleh R. Soesilo. Bogor 1995, Politeia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta Balai Pustaka, 2004. Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara. PP No. 43 Tahun 1991. LN No. 52 Tahun 1991. TLN No. 3448. Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahakamah Agung Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. SEMA RI No. 2 Tahun 1991. Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahakamah Agung Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. SEMA RI No. 4 Tahun 2016. c. Website diakses pada 20 April 2018. Jurnal Hukum Peratun, Volume 1 Nomor 2, Agustus 2018 265 - 286 ... The factual actions of officials who harm the people onrechtmatig overheidsdaad can be sued to court, initially this was a civil suit. After the enactment of the Government Administration Law, factual actions enter into the realm of administrative law, so that if there is a dispute resolved in the State Administrative Court Bimasakti, 2018. Article 21 of the Government Administration Act is not a single norm that stands alone, but must be comprehensively understood in the situational development of the development of public law especially the socio-political-cultural aspects when the norms of abuse of authority are put into thinking towards ius constitutum, for example administrative penal law. ...Agus SuharsonoGovernmental institution obligatorily delivers taxing information to Tax Directorate General constituting an administrative law domain, but the imposition of taxing criminal sanction is considered as less appropriate. Settlement of authority dispute between government institutions in Indonesian tax law was not harmonious as it was not based on Governmental Administrative Law. It could be seen that Governmental Administrative Law has not been included into Academic Draft of Tax General Provision and Procedure Law as the material of substantive evaluation so that the settlement of authority dispute has not considered yet the provision of Article 16 or article 21 of Governmental Administrative Law, but taxing criminal law was imposed directly. This study recommended the Governmental Administrative Law to be included into Academic Draft of Tax General Provision and Procedure Law as the material of substantive evaluation to enable the settlement of authority dispute between governmental institutions based on administrative law. Keywords Authority Dispute, Taxing Criminal Law, State Administrative StoffelABSTRAK Onrechtmatige Overheidsdaad atau perbuatan pemerintah melawan hukum merupakan kajian tentang konsepsi hukum terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah di Kalimantan Tengah. Salah satu contohnya adalah kurang tanggapnya pemerintah dalam menangani kasus yang menyangkut kehidupan masyarakat luas. Akibatnya, sejumlah pihak menggugat pemerintah melalui Pengadilan Negeri Palangkaraya. Pemerintah dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pertimbangan yang lengkap telah dilakukan oleh majelis. Ada satu kasus terkait hal ini, yakni berupa kelalaian atau kurang sigapnya penanganan pemerintah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan karhutla di Kalimantan Tengah. Kata Kunci Onrechtmatige Overheidsdaad, Karhutla, Kalimantan Tengah. ABSTRACT Onrechtmatige Overheidsdaad is a study of the legal conceptions related to unlawful acts by the government in Central Kalimantan. One example of this is the government's lack of responsiveness in handling a case involving the lives of the general public. As a result, a number of people sued the government through the Palangkaraya District Court. The government is declared to have committed an unlawful act and a complete consideration has been carried out by the assembly. There is one case regarding this, namely in the form of negligence or lack of swift handling by the government in tackling forest and land fires in Central Kalimantan. Keywords Onrechtmatige Overheidsdaad, Karhutla, Central KalimantanSpyendik Bernadus BlegurThree decades since the promulgation of Law no. 5 of 1986 concerning Administrative Court, developments in the procedural law of administrative courts are numerous and occur rapidly. However, with the rapid and many developments, there are still misunderstandings about the main principles of procedural law that apply in administrative courts. Therefore, this paper tries to re-explain the principles of procedural law in administrative courts. The writing method used in this research is a legal-normative approach using a statutory approach and a conceptual approach. This paper uses the legal-normative method, namely an approach based on legal materials by examining concepts, theories, legal principles and legislation, as well as literature related to the paper. It is found in this paper that the main legal principles in administrative court can be grouped into two, namely the principles related to formality and the principles related to the settlement of the Pratama PutraAfter the enactment of Law Number 30 of 2014 concerning government administration, there are basic things that have impacts on the authority of the administrative court, one of which is governmental real acts. This paper tries to analyze the potential problems that become challenges at the level of implementation of the settlement of cases of âgovernment administrative actionsâ in the Administrative Court including misunderstanding of the concept of government administrative actions, the accountability regarding administrative tort due to government administrative actions, as well as compensation mechanisms for losses caused by it. Problems were analyzed based on normative legal research methods which were analyzed descriptively. The main challenge in the examination of government administrative actions is that there are many misperceptions about the concept of government administrative actions. Government administration actions are basically real act Feitelijke handeling and cannot be interpreted as government actions in a broad sense or known as bestuurshandelingen. Then the concept of accountability for administrative tort in the form of government administrative actions and compensation mechanisms for losses needs to be clarified through laws and regulations because currently there is no standard benchmark regarding the concept of accountability for an administrative tort in the form of government administrative actions, and its compensation mechanisms adequate to the damages for the Candra AmaliaThis paper discusses the protection for KPPS members who died in the 2019 elections. Based on article 22E paragraph 1 UUD NRI 1945, election in Indonesia are held every five years. The first election in Indonesia were held in 1955. The elections in 2019 which fell on April 17 were different from the elections on the previous period. The first time in Indonesia the 2019 elections were held silmutaneously. Where Indonesian citizens choose five state institutions namely the President and Vice President, DPR RI, Provincial DPRD, City/Regency DPRD, and DPD simultaneous election is expected to be efficient both in terms of time, funds and personnel. But in reality, many KPPS members have died while carrying out their duties. This is due to increase in workload compared to the previous election period. In addition, the working hours of KPPS members are not regulated in detail either in the Election Law or PKPU made by the KPU. Based on this, there is a need for rules governing more detailed right for KPPS members. Keywords Legal Protection; Election Organizer; KPPS Member Rights; Death. AbstrakTulisan ini membahas tentang perlindungan bagi anggota KPPS yang meninggal dunia pada Pemilu tahun 2019. Berdasarkan Pasal 22E ayat 1 bahwasannya pemilu di Indonesia dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu pertama kali di Indonesia diadakan pada tahun 1955. Pemilu pada tahun 2019 yang jatuh pada tanggal 17 April, berbeda dari pemilu-pemilu pada periode sebelumnya. Pertama kali di Indonesia pemilu tahun 2019 ini diselenggarakan secara serentak. Dimana warga negara Indonesia memilih lima lembaga negara yakni Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan DPD secara bersamaan dalam satu watu. Pemilu serentak ini diharapkan mampu mengefisiensi baik dari segi waktu, dana maupun tenaga. Namun pada kenyataanya, banyak anggota KPPS yang meninggal dunia dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan bertambahnya beban kerja dibandingkan dengan pemilu periode sebelumnya. Selain itu, jam kerja anggota KPPS juga tidak diatur secara rinci baik dalam UU Pemilu maupun PKPU yang dibuat oleh KPU. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya aturan yang mengatur lebih rinci mengenai hak-hak bagi anggota Kunci Perlindungan Hukum; Penyelenggara Pemilu; Hak Anggota KPPS; Meninggal SomantriLaw No. 51 of 2009 concerning the Second Amendment to Law no. 5 of 1986 concerning the Administrative Court Administrative Court Act stipulates that there are two types of execution of administrative court decisions, namely automatic execution, and hierarchical execution. In hierarchical execution, legal awareness is needed from the government to carry out court decisions. Often the government is unable or unwilling to implement these decisions for various reasons. This paper uses the Legal-normative method, which is an approach based on legal materials by examining concepts, theories, legal principles and legislation, as well as literatures related to the object of writing. In this paper, it is found that there are decisions of administrative courts that cannot be implemented/executed non executable because of the poor quality of the decisions, and because of changes of circumstances. The challenges faced in establishing the administrative court's power and charisma by implementing its decisions according to the legal system theory approach are 1. the existence of floating and counterproductive norms, as well as non-executable decisions sub-system of legal substance; 2. the absence of officials specifically authorized to enforce implementation of court's decisions sub-system of legal structure, and 3. low public trust for the courts sub-system of legal culture. Muhammad Adiguna BimasaktiUndang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan UU AP mengatur terdapat dua jenis Perbuatan Administrasi Pemerintahan yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara, yakni Keputusan Administrasi Pemerintahan dan Tindakan Administrasi Pemerintahan. Namun pada tataran praktik di pengadilan mau pun tataran wacana dalam beberapa literatur banyak penafsiran yang bermacam-macam mengenai apa itu âTindakan Administrasi Pemerintahanâ yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 UU AP. Ada yang bahkan menjumbuhkan Tindakan Administrasi Pemerintahan dalam Pasal 1 angka 8 dengan Bestuurshandelingen Perbuatan - Perbuatan Administrasi Pemerintahan yang dikenal dalam literatur-literatur klasik, sehingga baik Tindakan Hukum mau pun Tindakan Faktual masuk ke dalam konsep dalam Pasal 1 angka 8. Tulisan ini hendak mengembalikan konsep Tindakan Administrasi Pemerintahan kepada hakikatnya sesuai dengan Pasal 1 angka 8 UU AP. Metode penulisan yang digunakan dalam tulisan ini adalah yuridis normatif yakni dengan menggunakan sumber sekunder utamanya sumber hukum primer seperti peraturan perundang-undangan terkait dan sumber hukum sekunder seperti literatur terkait. Muhammad Adiguna BimasaktiThe promulgation of Law Number 11 Year 2020 Regarding Job Creation Bill by the Indonesian Government that uses the omnibus law model has caused polemics both theoretically and pragmatically. The omnibus law model breaks through the paradigm of law-making that has been known in Indonesia for of its unusual method of regulating many themes in one single bill. In terms of substance, especially in this paper concerning administrative law, many concepts are mixed up so that many things which in theory stray far from the science of State administrative law adopted in Indonesia. Among those that will be discussed in this paper are four problems namely 1. The constitutionality of omnibus law method in the Law No. 11 of 2020 regarding Job Creation, 2. The concept of governmental authority in the context of regional and central government relations, 3. The Tacit Authorization concept, and 4. The concept of licensing in the broader sense. This paper uses the literature study method, in which the writer observes the problems based on related literatures and regulations. The conclusion that can be drawn in this paper is that this law which regulates those four problems is still had a lot of mistakes and needs to be reviewed by the legislators or by President of the Republic of Indonesia. Muhammad Adiguna BimasaktiPublic Service is the embodiment of the main tasks of a governance. But in its implementation sometimes it also causes disputes due to losses experienced by community members due to a bad public service. Therefore Law No. 25 of 2009 concerning Public Services regulates dispute resolution in the implementation of public services. At least there are two types of ways to resolve compensation disputes in public services that caused by Tort in the Public Service, namely the Non-Litigation settlement through the Ombudsman, and the Litigation settlement through the Court. However, in further studies it was found that there was an overlap of authority between the Ombudsman and the Court in resolving public service disputes. This paper will try to discuss this in depth in terms of the philosophy of the existence of the Ombudsman, and its implications for its Special Adjudication authority. Aside from that, this paper will also discusses about the procedure of proceedings in the Administrative Court regarding public service Tot de Studie van Het Nederlandsche RechtL J ApeldoornVanApeldoorn, L. J. Van. Inleiding Tot de Studie van Het Nederlandsche Recht. Zwolle Uitgever Maatschappij W. E. J. Tjeenk Willink, Hukum Kontemporer The Contemporary Law DictionaryMartin BasiangBasiang, Martin. Kamus Hukum Kontemporer The Contemporary Law Dictionary. Jakarta Red & White Publishing, dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Malang Tunggal MandiriAbdullah GofarGofar, Abdullah. Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Malang Tunggal Mandiri, Dasar tentang Dasar Pemerintahan. Surabaya JumaliPhilipus M HadjonHadjon, Philipus M. Pengertian Dasar tentang Dasar Pemerintahan. Surabaya Jumali, Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II EdisiMahkamah AgungMahkamah Agung. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007. Jakarta Mahkamah Agung RI, Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung Penerbit PT AlumniSupandiSupandi. Hukum Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung Penerbit PT Alumni, dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta Penerbit Universitas Atmajaya YogyakartaW TjandraRiawanTjandra, W. Riawan. Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta, Tentang Peradilan Tata Usaha NegaraIndonesiaIndonesia. Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 5 Tahun 1986. LN No. 77 Tahun 1986. TLN No. Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 TahunIndonesiaIndonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. UU No. 9 Tahun 2004. LN No. 35 Tahun 2004. TLN No. Administrasi Pemerintahan. UU No. 30 TahunIndonesiaIndonesia. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. UU No. 30 Tahun 2014. LN No. 292 Tahun 2014. TLN No. 5601.
Untukkasus-kasus perbuatan melawan hukum oleh penguasa Onrechtmatig Overheidsdaad ini diajukan dengan dal il Pasal 1365 KUH Perdata dengan Pemerintah/Instansi terkait sebagai pihak Tergugat.
. v2hlnc78sa.pages.dev/117v2hlnc78sa.pages.dev/110v2hlnc78sa.pages.dev/476v2hlnc78sa.pages.dev/153v2hlnc78sa.pages.dev/427v2hlnc78sa.pages.dev/873v2hlnc78sa.pages.dev/735v2hlnc78sa.pages.dev/322v2hlnc78sa.pages.dev/180v2hlnc78sa.pages.dev/809v2hlnc78sa.pages.dev/216v2hlnc78sa.pages.dev/38v2hlnc78sa.pages.dev/439v2hlnc78sa.pages.dev/862v2hlnc78sa.pages.dev/163
buatlah telaah tentang kasus perbuatan melanggar hukum